Workaholic

Kata Alkitab / 5 September 2008

Kalangan Sendiri

Workaholic

Admin Spiritual Official Writer
8610
Saya menerima email ini dari seseorang:

Saya tidak tahu apakah Anda sudah menerima ratusan email, tapi saya sudah berlangganan artikel online Anda dan membacanya sejak awal tahun. Saya hanya ingin pendapat dan saran dari Anda, karena Anda juga adalah orang yang berkecimpung dalam dunia bisnis sama seperti saya. Saat ini saya bekerja di sebuah jaringan bisnis toko pakaian. Baru-baru ini, saya dipindahkan ke toko yang volume penjualannya lebih besar dan menyewa tim saya sendiri, juga melakukan semua training yang diperlukan... Jam kerja saya rata-rata selama 1 minggu adalah 65-70 jam. Saya suka dan bangga atas pekerjaan saya, tapi itu jelas-jelas membutuhkan kerja keras. Saya merasa sepertinya 24 jam sehari tidaklah cukup!

Saat saya tidak sedang bekerja, saya selalu memikirkan tentang pekerjaan. Masalahnya, saat saya akan pergi tidur, saya sadar saya belum berdoa atau memikirkan tentang Tuhan sama sekali sepanjang hari, dan saat saya mencoba mulai berdoa, saya merasa terlalu lelah atau merasa jauh dari Tuhan dan itu terasa seperti sekedar rutinitas. Saya merasa tidak se-dekat dulu dengan Tuhan dan sepertinya semua aspek pekerjaan saya telah mengambil alih kehidupan saya. Apa yang harus saya lakukan untuk lebih dekat kepada Tuhan?

Ada beberapa masalah dengan kondisinya saat ini. Pertama, fakta bahwa dia bekerja 65-70 jam seminggu mengungkapkan lebih tentang apa yang dia yakini tentang Tuhan dibanding hal-hal lainnya. Orang-orang biasanya bekerja untuk waktu-waktu yang lama karena beberapa alasan. Salah satunya adalah orang seringkali berpikir mereka harus bekerja ekstra untuk menyelesaikan beban kerja mereka. Umumnya ini adalah alasan permukaan yang diberikan orang untuk menjawab pertanyaan mengapa mereka bekerja berlebihan. Bekerja melampaui waktu yang normal cenderung menjadikan orang workaholic. Sama seperti perilaku kompulsif lainnya, biasanya ada sesuatu di balik perilaku itu. Karena sebelumnya saya juga adalah seorang workaholic, saya bisa menceritakan bahwa akar dari bekerja berlebihan antara lain karena 1. rasa takut akan kehilangan, dan 2. kebutuhan akan penerimaan dan pengakuan yang diciptakan oleh kinerja.

Rasa takut akan kehilangan bisa jadi merupakan rasa takut akan apa yang terjadi jika kita tidak bekerja berlebihan. Rasa takut bahwa mungkin tidak akan ada cukup uang jika kita tidak bekerja berlebihan dapat membuat kita bekerja melampaui batas. Seringkali perspektif yang tidak tepat dari apa yang disebut "cukup" membuat kita memacu diri kita sendiri untuk mencapai hal-hal yang lebih tinggi, dengan keyakinan bahwa penghargaan finansial akan mengamankan kita dari potensi bencana finansial. Biasanya ini terjadi di level bawah sadar. Saat beberapa orang beroperasi di level ini, Anda sering menemukan orang-orang di sekitar mereka merasa malu jika mereka tidak bekerja pada level yang sama dan merasa terintimidasi oleh pernyataan langsung atau tidak langsung bahwa bekerja dengan jam-jam yang lama memang diperlukan. Ini memimpin kepada permasalahan yang baru.

Alasan kedua orang bekerja berlebihan adalah kebutuhan mereka untuk mendapatkan penerimaan dan kepercayaan diri dari pekerjaan mereka. Kita merasa berharga saat melihat sesuatu yang lahir dari usaha kita. Bagaimanapun juga, saat kita mulai dikendalikan oleh pekerjaan, itu menjadi kondisi yang tidak sehat. Kita mencari kepercayaan diri dari kinerja kita dibanding merasa aman dengan posisi kita di dalam Kristus. Kita juga bisa merasa takut akan "pembalasan" dari para atasan kita jika kita tidak "membuktikan" diri kita melalui investasi yang lebih besar dalam pekerjaan kita.

Kedua kondisi di atas mengungkapkan keyakinan yang ditunjukkan oleh tindakan kita. Alkitab mengatakan, "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:19). Ada saat-saat dimana kita memang harus bekerja melebihi jam kerja normal. Tapi jika ini menjadi pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan kita, hubungan-hubungan kita, keluarga, dan hubungan kita dengan Tuhan, maka itu berarti kita telah mengijinkan pekerjaan menjadi berhala kita. Kita telah menjadi budak dari pekerjaan kita. Kita mengatakannya melalui tindakan kita, "Tuhan, saya harus bekerja sepanjang jam-jam ini untuk menghasilkan uang yang saya perlukan untuk mencapai kesuksesan dalam pekerjaan saya."

Tuhan telah mengatakan agar kita mengasihi Dia dengan segenap hati, tapi kita mengatakan melalui tindakan kita bahwa Tuhan tidak dapat memenuhi kebutuhan kita dalam 40 jam. Roma 8:15 mengatakan, "Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah..." Ayat yang sama mengatakan pada kita bahwa mereka yang dipimpin oleh Roh Kudus adalah anak Allah. Kita tidak bisa dipimpin oleh Roh Kudus dan merasa takut pada saat yang bersamaan.

Perjanjian lama menunjukkan pandangan Tuhan terhadap pekerjaan kita. "Maka janganlah kaukatakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini. Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini. Tetapi jika engkau sama sekali melupakan TUHAN, Allahmu, dan mengikuti allah lain, beribadah kepadanya dan sujud menyembah kepadanya, aku memperingatkan kepadamu hari ini, bahwa kamu pasti binasa; seperti bangsa-bangsa, yang dibinasakan TUHAN di hadapanmu, kamupun akan binasa, sebab kamu tidak mau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu." (Ulangan 8:17-20)

Saat kita mengambil tanggung jawab untuk menghasilkan buah dari pekerjaan kita, kita telah memasuki konsep perbudakan dari pekerjaan. Pekerjaan seharusnya dilakukan dalam ketaatan kepada Kristus sebagai bentuk penyembahan kita kepadaNya. "Pekerjaan" dan "penyembahan" datang dari bahasa Ibrani yang sama, "avodah". Tuhan berkata pekerjaan kita seharusnya juga merupakan penyembahan kita. Buah dari pekerjaan kita seharusnya didasarkan dari ketaatan, bukan keringat dan kinerja.

Jadi, untuk menghindari agar pekerjaan tidak menjadi sebuah berhala dan perilaku yang kompulsif, kita harus mempertahankan keseimbangan dalam menyediakan waktu, baik untuk mempunyai waktu berkualitas bersama Tuhan, keluarga kita, dan juga sesama orang percaya. Terkadang latihan iman yang terbesar adalah bekerja hanya selama 40 jam seminggu. Ini memastikan bahwa hasil pekerjaan kita bergantung pada Tuhan, bukan pada usaha kita sendiri.

Sumber : crosswalk
Halaman :
1

Ikuti Kami